AGAMA DAN KESEHATAN

 AGAMA DAN KESEHATAN

BAB 1 PENDAHULUAN

A. latar Belakang

Agama pada hakekatnya bertujuan membina dan mengembangkan kehidupan yangsejahtera di dunia dan diakhirat. Secara universal agama member tuntutan kepada manusiamelakukan yang baik dan menghindari hal-hal yang dilarang oleh agama termasuk masalah kesehatan. Masyarakat Indonesia sering dikatakan sebagai masyarakat religious karena setiap warga masyarakat menganut suatu agama atau kepercayaan dan menjalankan ajarannya sesuai dengan agama dan kepercayaan yang dianutnya itu. Sifat yang demikian telah dinyatakan dalam sila pertama Pancasila yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa.

Sehat badannya sebagai cerminan dari sehat jasmani, damai di hatinya sebagai cerminan dari sehat rohani dan punya makanan untuk sehari-harinya sebagai cerminan darisehat sosial. Dari sini dapat dipahami bahwa sehat bukan dalam kondisi stabil antara aspek jasmani rohani sosial dan lingkungan. Menurut WHO sehat adalah suatu keadaan yang sempurna dari badan jiwa (mental) dan sosial, bukan hanya keadaan yang bebas dari penyakit cacat dan kelemahan.

Manusia yang sehat ialah manusia yang sejahtera dan seimbang secara berlanjut dan penuh daya kemampuan. Dengan kemampuannya itu ia dapat menumbuhkan danmengembangkan kualitas hidupnya seoptimal mungkin. Pada umumnya orang beranggapan bahwa kesehatan penting bagi kehidupan manusia. Tetapi sebagian besar berpandangan bahwa seseorang dianggap sehat bila berada dalam keadaan tidak sakit dan tidak cacat. Kesehatan dipandang sebagai sesuatu yang alami dimiliki oleh setiap orang. Kadang kala orang baru sadar akan pentingnnya pemeliharaan kesehatan bila pada suatu saat dirinya atau anggota keluarganya terkena sakit. Dengan kata lain, pengertian kesehatan terlalu sempit hanya terabatas pada upaya mencari pengobatan terhadap penyakit yang sedang dideritanya.

Kesehatan juga dipahami secara statis, hanya terbatas pada keadaan sehat atau sakit yaitu, sehat dalam arti tidak sakit dan sakit dalam arti tidak sehat. Tingkatan keadaan sehat atau sakit kurang dipahami sehingga upaya-upaya untuk meningkatkan kualitas kesehatan yang mestinya dilakukan pada waktu sehat kurang diperhatikan oleh masyarakat luas. Padahal, pemeliharaan kesehatan untuk mencegah penyakit nilainya lebih baik dari pengobatan terhadap penyakit.

Dari berbagai ulasan di atas, kita tahu bahwa kesehatan adalah rahmat yang istimewa yang diberikan Tuhan kepada kita dan upaya-upaya yang berkaitan dengan pemeliharaan kesehatan mengandung nilai ibadah dan manfaat bagi diri sendiri masyarakat dan lingkungan yang mempunyai nilai maslahat. Penulis sebagai calon tenaga kesehatan berfikir akan pentingnya kesehatan dalam kehidupan serta kesehatan itu juga bermanfaat dalam agama dan menjaga kesehatan itu lebih baik dari pada mengobati setelah sakit. Pembahasan ini dimaksudkan untuk memberikan gambaran tentang hubungan kesehatan dengan agama agar kita dapat menerapkan dalam kehidupan.


BAB 2 PEMBAHASAN

Pengertian Agama dan Kesehatan

Konsep agama mempunyai dua makna, yaitu makna statis dan dinamis. Makna statis lebih berorientasi untuk menunjuk religi sebagai sistem sosial agama secara formal, misalnya Islam, Kristen, Katholik, Hindu, Budha. Sedangkan makna dinamis adalah suatu sifat atau semangat keagamaan. Aspek dinamis ini selain bersifat subjektif sesuai dengan pengalaman keagamaan dan penghayatan masing-masing, juga tidak selamanya terkait dengan agamanya secara formal.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), agama adalah sistem yang mengatur tata keimanan (kepercayaan) dan peribadatan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa serta tata kaidah yang berhubungan dengan pergaulan manusia dan manusia serta lingkungannya.

Sedangkan kesehatan menurut WHO adalah keadaan sempurna baik fisik, mental, sosial bukan hanya bebas dari penyakit, cacat, dan kelemahan.

A. Pola Hubungan Agama dan Kesehatan

a. Saling berlawanan

Agama dan kesehatan muncul sebagai dua bidang yang saling berlawanan. Dalam batasan

tertentu, hal ini menunjukkan bahwa apa yang dianjurkan dalam bidang kesehatan, tidak selaras dengan apa yang dianjurkan dalam agama. Misalnya mengenai terapi dengan urine (khusus islam), pengobatan dengan hal yang memabukkan atau pencegahan HIV/AIDS melalui kondom.

Dalam hail ini urine dalam islam adalah sesuatu yang bersifat najis. Oleh karena itu terapi kesehatan menggunakan urine sesungguhnya merupakan sesuatu hal yang bertentangan. Sedangkan promosi tentang pengunaan kondom untuk menghindarkan diri dari sebaran HIV/AIDS merupakan satu program yang memiliki irisan moral dengan agama. Program ini di apresiasi oleh kalangan agama, sebagai kebijakan yang membuka peluang perilaku pergaulan bebas (free sex) atau secara implisit kebijakan itu seolah berbunyi “bolehkan free sex asalkan pakai kondom”. Pemaknaan seperti inilah yang membuat kebijakan penggunaan kondom ini potensial mendapat perlawanan dari kalangan agama.

b. Saling mendukung

Agama dan ilmu pengetahuan kesehatan memiliki potensi saling mendukung. Contoh adalah orang yang hendak melaksanakan ibadah haji (islam) membutuhkan peran tenaga medis untuk melakuka general check up kesehatan supaya kegiatan ibadah haji dapat berjalan dengan baik.

Contoh lain, yaitu tradisi puasa atau diet merupakan salah satu terapi yang telah diakui oleh kalangan medis dalam meningkatkan kesehatan. Oleh karena itu, ajaran agama sejatinya memiliki potensi untuk memberi dukungan terhadap kesehatan dan begitu pun sebaliknya.

c. Saling melengkapi

Saling melengkapi yang dimaksudkan disini adalah adanya peran dari agama untuk mengoreksi praktik kesehatan atau ilmu kesehatan yang mengoreksi praktik keagamaan. Dengan adanya saling koreksi ini, menyebabkan praktik kesehatan dapat dibangun lebih baik lagi.

Islam memberikan ajaran bahwa buka puasa akan lebih baik dengan cara memakan makanan yang manis. Perintah ini dianggap sebagai sesuatu yang dianjurkan (sunnah). Namun, secara kesehatan buka puasa dengan makanan yang manis ini bukan dimaksudkan sebagai sesuatu yang menyehatkan, tetapi lebih ditujukan untuk memulihkan kondisi tubuh sehingga tidak kaget ketika akan menerima asupan yang lebih banyak lagi. Dengan kaya lain, buka puasa dengan makanan yang manis bertujuan untuk menggantikan energi yang telah hilang dan menstabilakannya kembali.

d. Saling terpisah dan bergerak dalam kewenangannya masing masing

Sesungguhnya antara agama dan kesehatan itu memiliki peluang untuk berkembang masing-masing. Tradisi agama Hindu di India, memiliki paradigma dan sekaligus teknologi kesehatan yang berbeda dengan apa yang berkembang di dunia kesehatan, yang dikenal dengan paradigma kesehatan Ayurveda.

Pengobatan cara India berpangkal pada falsafah Ajurveda dan Samkya Darsana. Menurut falsafah ini, penyebab penyakit di bagi 3 golongan yaitu (1) adhyatmika, penyebab penyakit yang berasal dari tubuh dan pikiran si penderita. (2) ahibhantika, penyakit berasal dari luar tubuh, seperti kecelakaan, digigit ular, atau penyebab natural lainnya. (3) adhidarvika, penyebab penyakit yang berasal dari kekuatan supranatural.

Teknologi Ajurveda ini masih berlanjut sampai sekarang, misalnya muncul dalam bentuk pengobatan dengan tenaga prana, yoga, meditasi, dan pembiasaan gaya hidup vegetarian.

Seiring dengan hal ini, maka terapi atau pengobatan yang diusulkan agama, misal sebagaimana yang di kemukakan Ibn Qayyim al-Jawiyyah, ada 3 jenis obat yang sesuai dengan penyakitnya, yaitu dengan obat-obat alami, dengan obat-obatan Ilahi, dan gabungan dari keduanya.

Kesimpulan pemikiran mengenai hubungan antara agama dengan kesehatan, yaitu agama memberikan penekanan mengenai hubungan diri dengan Tuhan. Sedangkan kesehatan lebih menekankan hubungan manusia dengan tubuh atau jiwa nya sendiri. Pada akhirnya, dengan memadukan antara kesehatan dan agama, dapat membangun kesehatan jasmaniah dan rohaniah individu tersebut .

Aspek Agama dalam Kesehatan

Bila mengingat kode etik yang berlaku dalan bidang kedokteran atau keperawatan, untuk memberikan pelayanan kesehatan dengan tidak boleh membeda-bedakan ras, suku, agama, dan adat istiadat. Artinya tenaga medis tidak boleh bertindak diskriminasi terhadap pasien.

Prinsip kode etik ini sudah tidak ada perbedaan pendapat. Tampaknya sudah dapat dengan mudah unruk memahami tuntutan profesionalitas tenaga medis tersebut. Namun disisi lain jika dilihat dari sisi kewajiban, seorang tenaga medis adalah menghargai hak pesien. Dengan kata lain, tenaga medis harus menjunjung tinggi hak-hak pasien, termasuk menghargai pemahaman agamanya.

Dalam sejarah praktik keagamaan ada seorang dokter yang digugat oleh pasien yang ditolongnya. Penyebab awalnya bermula dari sikap dokter yang memberikan transfusi darah kepada pasien yang menganut ajaran Yahudi Konservatif.

Kasus ini terjadi di Kanada, yaitu kasus “The Jehovah‟s Wittness” (Malette v Shulman, 1990). Pada saat itu, seorang dokter menemukan anggota The Jehovah „s Wittness dalam kecelakaan akibat tabrakan mobil. Dan didalam dompet pasien tersebut terdapat kalimat “No Blood Transfusion” sesuai dengan ajaran dari sekte agamanya. Dokter sebenarnya tahu larangan itu, tapi karena keadaan pasien semakin parah dan hanya transfusi darah yang mampu menyelamatkannya dan naluri sebagai dokter muncul dan menyelematkan nyawa pasien tersebut dan tulisan dalam dompet tersebut diabaikan. Akhirnya, dilakukan transfusi darah sampai orang tersebut terselamatkan.

Setelah sembuh, pasien tersebut mendapat informasi bahwa kesembuhan tersebut disebabkan karena transfusi darah pada tubuhnya. Seketika itu dia menggugat dokter yang telah menyelamatkannya ke pengadilan dengan tuduhan melakukan malpraktik dengan cara tidak menghargai hak pasien. Kerugian yang dirasakan sekte agama tersebut adalah rusaknya kepercayaan dirinya terhadap agama akibat perlakuan dokter tersebut. Sehingga, akhir drama persidangan dimenangkan oleh pasien dan si dokter dikenakan sanksi oleh pengadilan.

Merujuk pada kasus ini, ada dua catatan penting yang perlu dipahami oleh para tenaga medis. Pertama yaitu penerapan teori kebutuhan dalam pertolongan kesehatan, yaitu tindakan terbaik untuk kepentingan pasien bukan berdasarkan pandangan dokter, melainkan berdasarkan kepentingan klien. Kedua, setiap tenaga kesehatan memiliki kewajiban untuk menghargai hak pasien untuk memegang teguh ajran agamannya.

Dalam dunia kesehatan aspek agama hendaknya tidak hanya untuk diakui haknya oleh tenaga medis, namun memiliki peranan dan fungsi untuk mendukung proses penyembuhan. Benson mengatakan, ”jika anda percaya dan yakin pada satu dokter saja, maka pengobatan akan lebih efektif ditanganinya”. Tetapi dia juga menegaskan bahwa ada faith factor yang dapat menunjang dalam pratik penyembuhan atau perawatan kesehatan. Salah satu contoh yang di kemukakanya ialah pentingna memberikan sugesti pada diri sendiri, dengan membacakan mantra yang tidak lebih dari 7 kata.

Aspek Kesehatan dalam Agama

Dalam mengkaji aspek-aspek kesehatan dalam agama, ada dua hal yang perlu diperhatiakan. Pertama, ajaran agam secara normative (das sein). Kedua, ada perilaku keagamaan yang riil atau tampak dan dilakukan oleh masyarakat. Berdasarkan penilaian pemikiran ini, maka dapat dikemukakan bahwa pada sisi normatif, agama memberikan ajaran atau panduan tentang pentingnya menjagakesehatan, sedangkan dari sisi perilaku nyata ada penganut yang tidak memerhatikan aspek kesehatan.

Kemudian dalam pemahaman yang ekstrem tekstual ada yang berpendapat bahwa masalah kesehatan berbeda dengan masalah agama. Dan masalah keagamaan tidak perlu dikaji dari kesehatan. Kegiatan keagamaan harus tetap dilandasi dengan iman. Sejatinya didalam aspek kehidupan manusia mengandung aspek –aspek kesehatan, termasuk dalam kegiatan keagamaan.

B. Fungsi Agama bagi Kesehatan

a. Sumber Moral

Agama memiliki fungsi yang strategis untuk menjadi sumber kekuatan moral baik bagi pasien dalam proses penyembuhan maupun tenaga kesehatan. Bagi orang beragama, mereka memegang keyakinan bahwa perlakuan Tuhan sesuai dengan persangkaan manusia kepada- Nya. Agama menjadi sumber motivasi yang kuat dalam diri pasien untuk hidup secara positif. Selain menjadi motivasi, agama pun menjadi sumber etika bagi penyelenggara layanan kesehatan. Budhisme mengajarkan prinsip hidup bahwa kebenaran itu ada dalam pikiran dan dengan pikiran yang sehat, seseorang dapat membangun kualitas hidup yang sehat.

b. Sumber Keilmuan

Sejalan dengan agama sebagai sumber moral, agama pun dapat berperan sebagai sumber keilmuan bagi bidang kesehatan. Konseptualitasi dan pengembangan ilmu kesehatan atau kedokteran yang bersumber dari agama, dapat kita sebut kesehatan profetik, dalam konteks islam disebut dengan ilmu kesehatan islami atau kedokteran islami.

Agama pun menjadi sumber informasi untuk pengembangan ilmu kesehatan gizi (nutrisi) atau farmakoterapi herbal. Dalam islam dinyatakan bahwa makan itu harus halal dan thayyib. Halaln artinya sehat secara psikis dan sosial (misalnya bukan hasil mencuri), dan thayyib artinya sehat secara gizi.

Praktik-praktik keagamaan menjadi bagian dari sumber ilmu dalam mengembangkan terapi kesehatan. Tidak bisa dipungkiri, yoga, meditasi, dan tenaga prana adalah beberapa ilmu agama yang dikonversikan menjadi bagian dari terapi kesehatan.

c. Amal agama sebagai amal kesehatan

Seiring dengan pemikiran yang dikemukakan sebelumnya, bahwa pola pikir yang dianut dalam wacana ini adalah all for health, yaitu sebuah pemikiran bahwa berbagai hal yang dilakukan individu mulai dari bangun tidur, mandi pagi, makan, kerja, rehat sore hari, sampai tidur lagi, bahkan selama tidur pun memiliki implikasi dan kontribusi nyata terhadap kesehatan. Seiring dengan pandangan ini, maka agama atau ritual keagamaan perlu dipahami sebagai bagian dari aktivitas manusia yang harus mendukung pada kesehatan. Oleh karena itu selaras dengan uraian sebelumnya, dapat dikemukakan bahwa praktik agama memiliki kaitan dengan masalah kesehatan pikiran, asupan makanan, maupun jiwa.

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan

Agama dan kesehatan saling berhubungan, polanya pun sangan beragam yaitu saling melawan, saling mendukung, saling melengkapi dan saling berjalan pada kewenangannya sendiri. Namun, kita juga belum bisa menghubungkan mana yang berdasarkan ajaran agama atau tidak. Semisal, pengobatan dengan cara bekam, bekam merupakan pengobatan yang dibawa Rasulullah SAW, berarti ini dapat kita amalkan kepada orang lain. Ada pula pengobatan yang haram bagi ajaran agama, terutama agama Islam, seperti terapi urine.

Aspek agama itu sendi juga termasuk dalam kesehatan dan sebaliknya kesehatan juga ada pada agama. Seperti halnya, di dalam proses pelaksanaan pelayanan kesehatan, tenaga medis tidak boleh melakukan diskriminasi terhadap pasien terutama dalam hal keagamaan. Ada 2 hal yg perlu diperhatikan yaitu ajaran agama secara normatif dan ada perilaku keagamaan yg riil atau tampak dan dilakukan oleh masyarakat. Fungsi dari agama sangat berpengaruh bagi kesehatan yaitu sebagai moral, sebagai sumber keilmuan, sebagai amal kesehatan.


DAFTAR PUSTAKA

Sudarma, Momon. 2009, Sosiologi untuk Kesehatan, Jakarta, Salemba Medika



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Cara Berpikir Orang-orang Sukses